sejarahrock
Sejarah Musik Rock Indonesia
Musik rock di Indonesia mulai menjejak pada tahun 1970-an. Dan kemunculannya pun tidak bisa dilepaskan dari para pionir mulai
dari Giant Step, God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy, Super Kid, Terncem, AKA/SAS, Bentoel, hingga Rawe Rontek.
Tapi sebelum tahun 1970-an, sebenarnya sudah ada sebuah band bernama The Rollies, yakni grup band beraliran jazz rock yang
dibentuk di Bandung dan menjadi kebanggaan Kota Kembang pada tahun 1967, bahkan sempat populer hingga awal 1980-an. Para
personelnya terdiri dari Bangun Sugito (vokal), Uce F. Tekol (bas), Jimmy Manoppo (drum), Benny Likumahuwa (trombon), Delly
Joko Arifin (keyboards/vokal), Bonny Nurdaya (gitar), dan Teungku Zulian Iskandar (saksofon).
The Rollies adalah kelompok rock tertua Indonesia dan termasuk grup yang paling sering mengalami bongkar pasang pemain. Dalam
perjalanannya, grup yang telah merintis ke dunia rekaman pada tahun 1967 ini sempat menjadi grup papan atas yang disegani
penonton Bandung, Jakarta, Medan, dan Malang. Banyak yang menganggap The Rollies sebagai peletak dasar band rock Indonesia
yang telah memberikan kontribusi bagi musik Indonesia masa kini.
Giant Step
Nama Giant Step memang tidak sefenomenal dan melegenda seperti halnya The Rollies atau God Bless. Meski demikian, grup era
1970-an asal Kota Bandung ini bisa dikatakan sebagai satu-satunya band rock Indonesia pada masa itu yang paling tidak suka
membawakan lagu-lagu orang lain atau grup lain.
Dengan kata lain, Giant Step merupakan band rock yang berani "melawan arus" pada masa itu. Ketika band-band rock pribumi lain
gemar membawakan lagu-lagu karya The Beatles, Rolling Stones, Led Zeppelin, Deep Purple, Black Sabbath, atau Grand Funk
Railroad, Giant Step justru lebih bangga membawakan lagu-lagu karya mereka sendiri.
Mereka juga termasuk band rock yang lumayan produktif. Setidaknya ada tujuh album yang dihasilkan dalam kurun waktu 1975-
1985. Tentu bukan hanya itu, Giant Step pun termasuk dari sedikit band rock pribumi yang berkiblat pada jenis musik progresif yang
pada masa itu lebih sering disebut sebagai art rock, seperti yang diusung grup-grup Inggris macam King Crimson, Jethro Tull, Pink
Floyd, Gentle Giant, Yes, Genesis, dan ELP (Emerson, Lake, and Palmer). Benny Soebardja dan Albert Warnerin adalah dua orang
yang membidani kelahiran Giant Step pada awal 1970-an di Bandung, kota yang sering dijuluki sebagai gudangnya para seniman
musik yang kreatif.
God Bless
Setelah The Rollies dan Giant Step, God Bless gantian menyandang predikat sebagai grup band rock papan atas di Indonesia pada
masa itu. Bahkan bisa dibilang, God Bless adalah raja panggungnya musik Indonesia. God Bless mendeklarasikan diri sebagai grup
band rock pada 5 Mei 1973, dengan formasi awal Achmad Albar (vokal), Fuad Hassan (drum), Ludwig Lemans (gitar), Donny Fattah
(bas), dan Jockie Soeryoprayogo (keyboards).
Di antara beberapa band rock yang hadir di masa itu, seperti Giant Step dan The Rollies, God Bless bisa dibilang hampir tak
tertandingi. Kendati kerap mengusung repertoar asing milik Deep Purple, ELP hingga Genesis, namun aksi panggung serta skill
masing-masing personelnya boleh dibilang di atas rata-rata. Tapi karena terlalu sering menyanyikan lagu asing, gaya musik para
personel God Bless sedikit banyak terpengaruh. Hal tersebut tergambar jelas dalam garapan musik album perdana mereka,
“Huma di Atas Bukit”, yang cukup banyak terpengaruh sound Genesis.
Selain tidak memiliki gaya bermusik yang solid, keanggotaan God Bless juga bisa dibilang kurang solid. Sebab, dalam perjalanannya
grup ini terhitung sangat sering gonta-ganti personel. Dari grup ini, nama Ian Antono mulai menarik perhatian dan menjadi gitaris
pertama yang berkibar di jalur rock Indonesia.
Grup-Grup Lain
Sebenarnya cukup banyak grup band rock Indonesia yang eksis di tahun 1970-an. Tapi, lagu-lagu yang dimainkan di era itu
kebanyakan bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri, misalnya lagu milik Deep Purple, Jefferson
Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif itu kemudian
melahirkan beberapa band Indonesia yang namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass
Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta).
Lalu, sejak awal tahun 1980-an, musik rock agak sedikit “terlupakan” lantaran booming-nya musik thrash metal di
kalangan anak-anak muda, bahkan di seluruh dunia. Sejak saat itu, mulailah bermunculan warna-warna baru dalam musik rock
dengan sound yang lebih garang, speed menonjol, lengkingan vokal yang tinggi, dan distorsi gitar yang lebih tebal, seiring dengan
majunya perangkat efek gitar dan teknologi sound system-nya.
Pada Era 1980-an hingga 1990-an akhirnya muncul mazhab-mazhab musik heavy metal, hard rock, dan speed metal. Penampilanpenampilan
musisi pada era ini tergolong "gila". Bahkan para fans-nya juga membuat geng-geng guna mendukung grup band-nya
masing-masing, dan ini menjadi cikal bakal seringnya tawuran di saat live music. Pada era ini pula mulai ada fans yang melakukan
head banger alias mengibaskan rambut yang gondrong atau menggoyang-goyang kepala sambil mengikuti beat lagu, disertai salam
metal tiga jari (yang kemudian salam ini dipakai oleh salah satu partai di Indonesia).
Meski band-band rock di tahun 1980-an sedikit terlindas oleh roda musik heavy metal, tidak demikian halnya dengan musisi rock
solo. Sebab, pada tahun 1985, muncul nama Nicky Astria dengan albumnya, “Jarum Neraka”, yang digarap bersama
Ian Antono. Album itu ternyata laris di pasaran hingga terjual di atas 250 ribu kaset. Album “Jarum Neraka” itu disebutsebut
sebagai album rock Indonesia pertama yang mampu menyaingi album lagu pop dalam mendobrak angka penjualannya. BASF
Awards menganugerahi album ini sebagai album rock terlaris di tahun yang sama.
Roxx, Sebuah Kegairahan Baru
Pada tahun 1980-an juga di Indonesia muncul sebuah kegairahan baru dalam musik rock. Sebuah grup band bernama Roxx
dianggap sebagai icon kegairahan baru tadi. Roxx adalah grup cadas era 80-an yang pernah menjadi fenomen pada masanya.
Mereka pun dianggap sebagai grup yang paling beruntung karena dengan mudah bisa melakukan rekaman untuk single pertama
mereka, “Rock Bergema”. Kemudahan itu bisa mereka raih setelah menjadi salah satu finalis “Festival Rock Se-
Indonesia ke-V”. Bagi Roxx, mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk pada saat itu. Jangankan
rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia.
Saat itu, stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock atau metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya, dan Radio
SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Sebab, mereka punya program bernama
“Rock N’ Rhythm” yang mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB.
Pada era 1980-an pula para pencinta musik rock mencicipi masa-masa kejayaan di seluruh Indonesia. Tetapi kejayaan itu tidak
bertahan lama lantaran para fans masing-masing band yang memiliki geng-geng-nya sendiri-sendiri mulai bersikap anarkis dan mau
menang sendiri. Mereka ingin diakui sebagai geng yang terkuat, terbesar, dan anggotanya terbanyak. Sejak saat itu mulailah setiap
pentas musik rock diwarnai dengan tawuran, kekacauan, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
Musik Independen
Memasuki era 1990-an, muncul gerakan baru dalam industri musik Indonesia yang independen. Gerakan ini muncul karena begitu
banyaknya artis dan grup yang tak berhasil menembus perusahaan rekaman besar atau major label. Gerakan independen ini muncul
juga karena para pemusik tak rela kreativitasnya diutak-atik dan didikte oleh perusahaan-perusahaan rekaman yang besar.
Gerakan independen ini digagas oleh kelompok rock asal Bandung, PAS Band, yang bergerilya memasarkan album mereka sendiri.
Ternyata, usaha PAS Band berbuah sukses. Gerakan independen ini pun tak hanya berhenti di situ, malah terus merambah ke manamana.
Beberapa grup musik independen ini malah melakukan terobosan pasar secara internasional, seperti yang telah dilakukan
oleh kelompok Tengkorak, Discus, dan Mocca.
Begitu riuh dan dinamis adegan musik Indonesia saat ini. Semakin yakinlah kita bahwa musik Indonesia masih tetap bernapas, masih
tetap menggeliat walaupun didera pelbagai kendala.
Musik rock di Indonesia mulai menjejak pada tahun 1970-an. Dan kemunculannya pun tidak bisa dilepaskan dari para pionir mulai
dari Giant Step, God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy, Super Kid, Terncem, AKA/SAS, Bentoel, hingga Rawe Rontek.
Tapi sebelum tahun 1970-an, sebenarnya sudah ada sebuah band bernama The Rollies, yakni grup band beraliran jazz rock yang
dibentuk di Bandung dan menjadi kebanggaan Kota Kembang pada tahun 1967, bahkan sempat populer hingga awal 1980-an. Para
personelnya terdiri dari Bangun Sugito (vokal), Uce F. Tekol (bas), Jimmy Manoppo (drum), Benny Likumahuwa (trombon), Delly
Joko Arifin (keyboards/vokal), Bonny Nurdaya (gitar), dan Teungku Zulian Iskandar (saksofon).
The Rollies adalah kelompok rock tertua Indonesia dan termasuk grup yang paling sering mengalami bongkar pasang pemain. Dalam
perjalanannya, grup yang telah merintis ke dunia rekaman pada tahun 1967 ini sempat menjadi grup papan atas yang disegani
penonton Bandung, Jakarta, Medan, dan Malang. Banyak yang menganggap The Rollies sebagai peletak dasar band rock Indonesia
yang telah memberikan kontribusi bagi musik Indonesia masa kini.
Giant Step
Nama Giant Step memang tidak sefenomenal dan melegenda seperti halnya The Rollies atau God Bless. Meski demikian, grup era
1970-an asal Kota Bandung ini bisa dikatakan sebagai satu-satunya band rock Indonesia pada masa itu yang paling tidak suka
membawakan lagu-lagu orang lain atau grup lain.
Dengan kata lain, Giant Step merupakan band rock yang berani "melawan arus" pada masa itu. Ketika band-band rock pribumi lain
gemar membawakan lagu-lagu karya The Beatles, Rolling Stones, Led Zeppelin, Deep Purple, Black Sabbath, atau Grand Funk
Railroad, Giant Step justru lebih bangga membawakan lagu-lagu karya mereka sendiri.
Mereka juga termasuk band rock yang lumayan produktif. Setidaknya ada tujuh album yang dihasilkan dalam kurun waktu 1975-
1985. Tentu bukan hanya itu, Giant Step pun termasuk dari sedikit band rock pribumi yang berkiblat pada jenis musik progresif yang
pada masa itu lebih sering disebut sebagai art rock, seperti yang diusung grup-grup Inggris macam King Crimson, Jethro Tull, Pink
Floyd, Gentle Giant, Yes, Genesis, dan ELP (Emerson, Lake, and Palmer). Benny Soebardja dan Albert Warnerin adalah dua orang
yang membidani kelahiran Giant Step pada awal 1970-an di Bandung, kota yang sering dijuluki sebagai gudangnya para seniman
musik yang kreatif.
God Bless
Setelah The Rollies dan Giant Step, God Bless gantian menyandang predikat sebagai grup band rock papan atas di Indonesia pada
masa itu. Bahkan bisa dibilang, God Bless adalah raja panggungnya musik Indonesia. God Bless mendeklarasikan diri sebagai grup
band rock pada 5 Mei 1973, dengan formasi awal Achmad Albar (vokal), Fuad Hassan (drum), Ludwig Lemans (gitar), Donny Fattah
(bas), dan Jockie Soeryoprayogo (keyboards).
Di antara beberapa band rock yang hadir di masa itu, seperti Giant Step dan The Rollies, God Bless bisa dibilang hampir tak
tertandingi. Kendati kerap mengusung repertoar asing milik Deep Purple, ELP hingga Genesis, namun aksi panggung serta skill
masing-masing personelnya boleh dibilang di atas rata-rata. Tapi karena terlalu sering menyanyikan lagu asing, gaya musik para
personel God Bless sedikit banyak terpengaruh. Hal tersebut tergambar jelas dalam garapan musik album perdana mereka,
“Huma di Atas Bukit”, yang cukup banyak terpengaruh sound Genesis.
Selain tidak memiliki gaya bermusik yang solid, keanggotaan God Bless juga bisa dibilang kurang solid. Sebab, dalam perjalanannya
grup ini terhitung sangat sering gonta-ganti personel. Dari grup ini, nama Ian Antono mulai menarik perhatian dan menjadi gitaris
pertama yang berkibar di jalur rock Indonesia.
Grup-Grup Lain
Sebenarnya cukup banyak grup band rock Indonesia yang eksis di tahun 1970-an. Tapi, lagu-lagu yang dimainkan di era itu
kebanyakan bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri, misalnya lagu milik Deep Purple, Jefferson
Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif itu kemudian
melahirkan beberapa band Indonesia yang namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass
Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta).
Lalu, sejak awal tahun 1980-an, musik rock agak sedikit “terlupakan” lantaran booming-nya musik thrash metal di
kalangan anak-anak muda, bahkan di seluruh dunia. Sejak saat itu, mulailah bermunculan warna-warna baru dalam musik rock
dengan sound yang lebih garang, speed menonjol, lengkingan vokal yang tinggi, dan distorsi gitar yang lebih tebal, seiring dengan
majunya perangkat efek gitar dan teknologi sound system-nya.
Pada Era 1980-an hingga 1990-an akhirnya muncul mazhab-mazhab musik heavy metal, hard rock, dan speed metal. Penampilanpenampilan
musisi pada era ini tergolong "gila". Bahkan para fans-nya juga membuat geng-geng guna mendukung grup band-nya
masing-masing, dan ini menjadi cikal bakal seringnya tawuran di saat live music. Pada era ini pula mulai ada fans yang melakukan
head banger alias mengibaskan rambut yang gondrong atau menggoyang-goyang kepala sambil mengikuti beat lagu, disertai salam
metal tiga jari (yang kemudian salam ini dipakai oleh salah satu partai di Indonesia).
Meski band-band rock di tahun 1980-an sedikit terlindas oleh roda musik heavy metal, tidak demikian halnya dengan musisi rock
solo. Sebab, pada tahun 1985, muncul nama Nicky Astria dengan albumnya, “Jarum Neraka”, yang digarap bersama
Ian Antono. Album itu ternyata laris di pasaran hingga terjual di atas 250 ribu kaset. Album “Jarum Neraka” itu disebutsebut
sebagai album rock Indonesia pertama yang mampu menyaingi album lagu pop dalam mendobrak angka penjualannya. BASF
Awards menganugerahi album ini sebagai album rock terlaris di tahun yang sama.
Roxx, Sebuah Kegairahan Baru
Pada tahun 1980-an juga di Indonesia muncul sebuah kegairahan baru dalam musik rock. Sebuah grup band bernama Roxx
dianggap sebagai icon kegairahan baru tadi. Roxx adalah grup cadas era 80-an yang pernah menjadi fenomen pada masanya.
Mereka pun dianggap sebagai grup yang paling beruntung karena dengan mudah bisa melakukan rekaman untuk single pertama
mereka, “Rock Bergema”. Kemudahan itu bisa mereka raih setelah menjadi salah satu finalis “Festival Rock Se-
Indonesia ke-V”. Bagi Roxx, mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk pada saat itu. Jangankan
rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia.
Saat itu, stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock atau metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya, dan Radio
SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Sebab, mereka punya program bernama
“Rock N’ Rhythm” yang mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB.
Pada era 1980-an pula para pencinta musik rock mencicipi masa-masa kejayaan di seluruh Indonesia. Tetapi kejayaan itu tidak
bertahan lama lantaran para fans masing-masing band yang memiliki geng-geng-nya sendiri-sendiri mulai bersikap anarkis dan mau
menang sendiri. Mereka ingin diakui sebagai geng yang terkuat, terbesar, dan anggotanya terbanyak. Sejak saat itu mulailah setiap
pentas musik rock diwarnai dengan tawuran, kekacauan, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
Musik Independen
Memasuki era 1990-an, muncul gerakan baru dalam industri musik Indonesia yang independen. Gerakan ini muncul karena begitu
banyaknya artis dan grup yang tak berhasil menembus perusahaan rekaman besar atau major label. Gerakan independen ini muncul
juga karena para pemusik tak rela kreativitasnya diutak-atik dan didikte oleh perusahaan-perusahaan rekaman yang besar.
Gerakan independen ini digagas oleh kelompok rock asal Bandung, PAS Band, yang bergerilya memasarkan album mereka sendiri.
Ternyata, usaha PAS Band berbuah sukses. Gerakan independen ini pun tak hanya berhenti di situ, malah terus merambah ke manamana.
Beberapa grup musik independen ini malah melakukan terobosan pasar secara internasional, seperti yang telah dilakukan
oleh kelompok Tengkorak, Discus, dan Mocca.
Begitu riuh dan dinamis adegan musik Indonesia saat ini. Semakin yakinlah kita bahwa musik Indonesia masih tetap bernapas, masih
tetap menggeliat walaupun didera pelbagai kendala.
BIOGRAFI
Sepanjang 30 tahun perjalanan bisnis industri rekaman, belum pernah sebuah album rock yang omzet penjualannya mencapai 2 juta kaset, dalam setahun. Dan rekor ini telah dipecahkan oleh Jamrud lewat albumnya yang bertitel Ningrat (2001). Tak heran bila lewat album ini Jamrud memborong penghargaan sebagai Grup Rock Terbaik, Penyanyi Terbaik, Lagu Rock Terbaik dan Album Rock Terbaik di ajang AMI – Sharp 2001.
Tak berlebihan bila Log Zhelebour sebagai produser bilang bahwa apa yang telah dicapai Jamrud – grup rock asal Cimahi, Jawa Barat – yang kini diperkuat Azis MS (gitar), Ricky Teddy (bas), Herman (dram), dan Krisyanto (vokal) ini merupakan prestasi fantastik dalam blantika musik tanah air.
Pertengahan ‘96, mereka bertemu dengan Log Zhelebour, menawarkan master album. Dan, produser Logiss Records ini tertarik dengan musik ala Jam Rock, dan bersedia mengedarkan album tersebut. Termasuk kesepakatan berubah nama Jam Rock jadi Jamrud, guna hindari sengketa soal nama dengan personel yang pernah gabung di Jam Rock. “Secara logika saya dan teman-teman dapat menerima alasan itu, dan itu kita sepakat dari Jam Rock berubah menjadi Jamrud,” tutur Azis menceritakan.
Akhir Desember 1996, dengan nama baru yaitu Jamrud, Azis dkk merilis debut album bertitel Nekad, terjual 200 ribu keping kaset. Disusul album berikutnya Putri (1997), terjual 300 ribu kaset. Kemudian album ketiga, Terima Kasih (1999) laku 900 ribu kaset. Sekaligus album ini menempatkan posisi Jamrud sebagai grup rock dan album rock terbaik di Anugerah Musik Indonesia 1999.
Menjelang persiapan album keempat, Ningrat, Jamrud dilanda musibah dengan kehilangan dua personelnya, Fitrah dan Shandy, meninggal dunia akibat pengaruh ketergantungan narkoba. Berikutnya posisi Shandy digantikan oleh Herman.
Lewat album Ningrat (2001), Jamrud kembali mencetak sukses besar dengan angka penjualan yang sangat fantasik 2 juta keping kaset. Album ini termasuk album rock terlaris sepanjang sejarah rock Indonesia. Lewat album ini pula, dinobatkan sebagai album rock terlaris versi AMI-Sharp 2001. Yang kemudian disusul oleh penghargaan dari Gen-B Extra Joss Awards 2002 sebagai biang musik tahun 2002. Dengan seabreg prestasi yang diraih, tak heran bila kemudian menempatkan Jamrud sebagai salah satu grup band termahal.
Sebagai bonus atas prestasinya ini, Log kemudian mengajak mereka rekaman album ke-5 di Studio 301, Sydney – Australia, dan menghasilkan album bertajuk Sydney.09.01.02 (2002), yang kemudian dilanjutkan dengan menggelar pertunjukan keliling bertajuk Djarum Super Tour 50 Kota Indonesia. Di tengah kesibukan tour show, mereka sempat mengeluarkan album All The Best Show Hits – Jamrud yang menampilkan single hits berjudul Mengejar Nirwana (2004). Tak lama lagi Azis MS dkk sudah siap-siap untuk merilis album ke-6 bertajuk BO 18+
Tak berlebihan bila Log Zhelebour sebagai produser bilang bahwa apa yang telah dicapai Jamrud – grup rock asal Cimahi, Jawa Barat – yang kini diperkuat Azis MS (gitar), Ricky Teddy (bas), Herman (dram), dan Krisyanto (vokal) ini merupakan prestasi fantastik dalam blantika musik tanah air.
Pertengahan ‘96, mereka bertemu dengan Log Zhelebour, menawarkan master album. Dan, produser Logiss Records ini tertarik dengan musik ala Jam Rock, dan bersedia mengedarkan album tersebut. Termasuk kesepakatan berubah nama Jam Rock jadi Jamrud, guna hindari sengketa soal nama dengan personel yang pernah gabung di Jam Rock. “Secara logika saya dan teman-teman dapat menerima alasan itu, dan itu kita sepakat dari Jam Rock berubah menjadi Jamrud,” tutur Azis menceritakan.
Akhir Desember 1996, dengan nama baru yaitu Jamrud, Azis dkk merilis debut album bertitel Nekad, terjual 200 ribu keping kaset. Disusul album berikutnya Putri (1997), terjual 300 ribu kaset. Kemudian album ketiga, Terima Kasih (1999) laku 900 ribu kaset. Sekaligus album ini menempatkan posisi Jamrud sebagai grup rock dan album rock terbaik di Anugerah Musik Indonesia 1999.
Menjelang persiapan album keempat, Ningrat, Jamrud dilanda musibah dengan kehilangan dua personelnya, Fitrah dan Shandy, meninggal dunia akibat pengaruh ketergantungan narkoba. Berikutnya posisi Shandy digantikan oleh Herman.
Lewat album Ningrat (2001), Jamrud kembali mencetak sukses besar dengan angka penjualan yang sangat fantasik 2 juta keping kaset. Album ini termasuk album rock terlaris sepanjang sejarah rock Indonesia. Lewat album ini pula, dinobatkan sebagai album rock terlaris versi AMI-Sharp 2001. Yang kemudian disusul oleh penghargaan dari Gen-B Extra Joss Awards 2002 sebagai biang musik tahun 2002. Dengan seabreg prestasi yang diraih, tak heran bila kemudian menempatkan Jamrud sebagai salah satu grup band termahal.
Sebagai bonus atas prestasinya ini, Log kemudian mengajak mereka rekaman album ke-5 di Studio 301, Sydney – Australia, dan menghasilkan album bertajuk Sydney.09.01.02 (2002), yang kemudian dilanjutkan dengan menggelar pertunjukan keliling bertajuk Djarum Super Tour 50 Kota Indonesia. Di tengah kesibukan tour show, mereka sempat mengeluarkan album All The Best Show Hits – Jamrud yang menampilkan single hits berjudul Mengejar Nirwana (2004). Tak lama lagi Azis MS dkk sudah siap-siap untuk merilis album ke-6 bertajuk BO 18+
Langganan:
Postingan (Atom)